Dana setoran lunas haji yang dikembalikan kepada Jemaah (haji) sebagai bekal perjalanan, biasanya menggunakan mata uang asing (valuta asing/valas).
Setoran awal dilakukan dengan rupiah, lalu pelunasan dilakukan dengan dollar dan pengembalian dana jamaah yang disebut dengan living cost itu dalam bentuk real. Begitulah praktiknya yang umumnya berjalan tiap tahun.
Tetapi mengapa pemerintah menggunakan mata uang asing? Ada baiknya kita lihat sejarah biaya penyelenggaraan ibadah haji. Sebelum 2001 untuk menjadi bahan kajian sebelum pemerintah menetapkan kebijakan.
Penyelenggaraan haji sebelum 2001 biayanya ditetapkan dalam rupiah, bahkan living cost-nya pun juga dalam bentuk rupiah. Sejak saat itu hingga sekarang (2015), biaya penyelenggaan ibadah haji ditetapkan dalam dollar dan living cost-nya dalam bentuk real.
Proses valas ini memiliki implikasi, terutama kecenderungan apresiasi mata uang asing terhadap rupiah dan margin lembaga keuangan atas komisi pertukaran mata uang asing saat pemberian living cost dalam bentuk real. Bisa mencapai 1 persen atau lebih, komisi uang asing akan menambah beban pertukaran mata uang tersebut.
Pada tiga wilayah kunjungan perjalanan ibadah haji di Arab Saudi; Jeddah, Makkah, dan Madinah dalam satu waktu musim haji adalah tempat berkumpulnya jemaah haji dari seluruh dunia. Mata uang negara yang dibawa jemaah haji berlaku dan menjadi nilai tukar yang sah setidaknya pada saat itu.
Cina salah satu contoh negara yang menganut sistem memberikan kepada jemaah hajinya uang untuk living cost yang bersumber dari setoran lunas jemaahnya sendiri. Biaya penyelenggaraan ibadah haji mereka sebesar 25.000 yuan renminbi. Jemaah haji Cina diberikan penyelenggaranya sebesar 5.000 yuan reminbi, dalam mata uang yuan reminbi sampai jemaah hajinya tiba di Arab Saudi.
Ada baiknya pemerintah meniru pola living cost jemaah haji Cina. Sebab setidaknya eksistensi rupiah dicintai oleh bangsa sendiri di negeri lain, potensi kebocoran, biaya komisi uang asing, dan menekan laju inflasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah dan Anda, terkait dengan living cost ini.
Pertama, living cost ditiadakan maka dipastikan biaya haji akan semakin murah. Kedua, living cost diberikan maka diberikan langsung oleh pihak perbankan saat keberangkatan jemaah haji. Pemberiannyapun dalam bentuk dollar, real atau dalam rupiah sesuai kurs saat pelunasan dilakukan.
Ketiga, jika living cost diberikan, maka diberikan dalam bentuk kartu merchant yang sudah bekerjasama dengan seluruh gerai market yang berada di Arab Saudi. Untuk yang ini perlu waktu terkait kemampuan berfikir jemaah yang tidak sama dampak dari keragaman jemaah itu sendiri.
Penulis: Affan Rangkuti, Ahli Penyelenggara Haji-Umroh & Kepala Sistem Komputerasi Haji Terpadu (Siskohat)
jumrahonline | jumrah.com